Pada tahun 2012, Viggo Hansen, seorang anggota Sörmland County Council di Swedia, menjadi sorotan lokal ketika mengusulkan mosi untuk mewajibkan orang-orang di dewan untuk buang air kecil dalam posisi duduk saat menggunakan toilet kantor. Hansen berargumen bahwa buang air kecil dalam posisi duduk dapat menjadikan toilet lebih bersih. Selain itu, dia juga mengklaim bahwa buang air kecil dengan posisi duduk dapat mengurangi risiko kanker prostat dan meningkatkan performa seksual pria.
Namun, apakah buang air kecil dalam posisi duduk atau berdiri memberikan manfaat kesehatan yang signifikan? Sebuah penelitian oleh periset di Departemen Urologi di Leiden University Medical Center di Belanda mencoba menjawab pertanyaan ini. Mereka mengumpulkan dan menganalisis 11 studi yang membandingkan efek kedua posisi tersebut pada 3 parameter utama urodinamik: laju alir maksimum, waktu buang air kecil, dan volume urin yang tersisa di kandung kemih setelah buang air kecil.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pria sehat, tidak ada perbedaan signifikan antara buang air kecil dalam posisi duduk atau berdiri pada ketiga parameter tersebut. Namun, pada pria dengan gangguan saluran kemih bagian bawah (LUTS), buang air kecil dalam posisi duduk dapat membantu mengosongkan kandung kemih secara lebih efektif. Pria dengan LUTS juga menunjukkan aliran kencing yang lebih kuat dan waktu buang air kecil yang lebih singkat.
LUTS biasanya terjadi pada sekitar 40% pria lanjut usia dengan gejala seperti peningkatan frekuensi kencing, rasa sakit saat buang air kecil, dan pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna.
Meskipun demikian, tidak ada bukti langsung yang mendukung klaim bahwa buang air kecil dalam posisi duduk dapat mengurangi risiko kanker prostat atau meningkatkan kehidupan seksual pria sehat. Sebagai hasilnya, saran untuk buang air kecil dalam posisi duduk lebih relevan untuk pria dengan gangguan saluran kemih.